Insentif Guru Ngaji: Program Langitan yang Membumi

Notification

×

Iklan

Iklan

Insentif Guru Ngaji: Program Langitan yang Membumi

Rabu, 03 September 2025 | 15:03 WIB Last Updated 2025-09-03T12:39:34Z
Affiliasi


Oleh: H. IDAT MUSTARI, 
Pemerhati Masalah Sosial Keagamaan


NUBANDUNG.ID -- Di sebuah dusun sunyi di Kabupaten Bandung, setiap sore langit selalu bersaksi pada suara-suara kecil yang terbata-bata melafalkan huruf hijaiyah. Suara itu bukan sekadar bunyi, melainkan denting cahaya yang menembus langit.


Di sudut rumah sederhana berdinding papan, seorang perempuan paruh baya duduk bersila. Dialah Ustadzah Iroh. Dengan tangan yang keriput namun penuh kasih, ia menuntun bibir mungil anak-anak untuk mengucapkan alif, ba, ta... Suara itu mungkin sumbang bagi telinga dunia, tetapi di telinga langit ia adalah simfoni yang lebih indah dari semua musik.


Lebih dari dua puluh tahun ia menyalakan lentera Al-Qur’an di hati anak-anak kampung. Tidak ada bayaran tetap, tidak ada sorotan lampu panggung. Hanya keyakinan sederhana: bahwa setiap huruf Qur’an yang diajarkan akan menjadi saksi di hari pembalasan.


“Kalau bukan kita yang mengajari mereka, siapa lagi? Ini bekal dunia akhirat,” katanya lirih, sembari tersenyum. Senyum yang menutupi lelah, senyum yang menyembunyikan kenyataan bahwa kebutuhan rumah tangga seringkali lebih besar dari yang ia miliki.


Lelah yang Tidak Pernah Tersuarakan


Para guru ngaji seperti Iroh adalah para penjaga senyap. Mereka jarang meminta, apalagi menuntut. Mereka hanya tahu satu hal: terus istiqamah. Walau dapur nyaris tak mengepul, walau baju mulai lusuh, walau usia kian renta.


Mereka adalah laron-laron kecil yang membakar dirinya agar anak-anak bisa melihat cahaya Kitabullah. Mereka rela lapar agar hati generasi berikutnya tidak kosong dari Al-Qur’an.


Di dunia mereka tidak dihitung sebagai profesi, tetapi di sisi Allah, mereka adalah pewaris para Nabi.


Hadirnya Perbup: Sebuah Cahaya dari Bumi


Di tengah pengabdian senyap itu, lahir sebuah kebijakan yang sederhana namun bermakna: Peraturan Bupati tentang Insentif Guru Ngaji.


Sebuah kebijakan yang oleh Bupati disebut sebagai “langitan yang membumi.”


“Langitan,” karena lahir dari niat spiritual untuk memuliakan orang-orang yang mengajarkan Kalamullah. “Membumi,” karena diwujudkan dalam bentuk nyata—insentif yang bisa menambah belanja rumah, membeli buku iqra’ baru, atau memperbaiki bangku mengaji yang rapuh.


Mungkin nilainya tak seberapa di mata dunia, tetapi bagi guru ngaji, ini adalah tanda bahwa negara tidak menutup mata. Bahwa pengabdian mereka tidak berjalan sendirian.


“Rasanya seperti ada yang memegang tangan kita. Apa yang kita lakukan ini tidak sia-sia. Ada negara yang memperhatikan,” ucap Ustadzah Iroh dengan mata berkaca-kaca.


Investasi untuk Dunia dan Akhirat


Bangsa yang besar bukan hanya bangsa yang membangun jalan, jembatan, dan gedung-gedung tinggi. Bangsa yang besar adalah bangsa yang membangun jiwanya. Dan jiwa itu dibangun di surau-surau kecil, di rumah-rumah guru ngaji, di hati anak-anak yang terbata membaca Qur’an.


Kebijakan insentif ini adalah investasi ganda: sosial sekaligus spiritual. Dari tangan para guru ngaji, lahirlah generasi yang tidak hanya pandai berhitung, tetapi juga tahu arah kiblatnya. Generasi yang bisa membedakan cahaya dari kegelapan.


Rasulullah pernah bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Maka apa yang dilakukan para guru ngaji adalah amal agung, dan hadirnya kebijakan ini adalah bentuk pengakuan negara atas amal itu.


Lampu Kecil di Jalan yang Panjang


“Insentif ini ibarat lampu kecil yang menerangi jalan. Kami tetap berjalan dengan ikhlas, tapi kini ada cahaya tambahan,” kata Ustadzah Iroh.


Kata-katanya sederhana, tapi sejatinya itulah esensi dari sebuah kebijakan publik yang berjiwa: menyalakan lampu-lampu kecil di jalan panjang kehidupan bangsa.


Perbup ini adalah bukti bahwa pembangunan bisa lahir dari nilai-nilai langit, tetapi tetap menyentuh bumi. Ia mengingatkan bahwa negara bukan hanya hadir dalam beton dan aspal, tetapi juga dalam doa-doa yang dipanjatkan guru ngaji di surau-surau senyap.


Penutup: Mereka yang Tak Tercatat, Tapi Mengubah Sejarah


Guru ngaji mungkin tidak pernah tercatat dalam buku sejarah pembangunan. Nama mereka tidak muncul dalam daftar kontraktor atau pejabat. Tetapi sesungguhnya, dari lidah mereka yang kering dan suara mereka yang lirih, lahir generasi yang akan membawa bangsa ini ke masa depan.


Mereka adalah akar dari pohon bangsa. Dan akar itu kini mulai mendapat siraman, meski sederhana, dari sebuah kebijakan yang lahir dari hati.


Perbup Insentif Guru Ngaji bukan sekadar administrasi pemerintah. Ia adalah doa yang turun dari langit, lalu menjelma menjadi kebijakan di bumi.


Dan kita semua tahu, doa yang jatuh ke bumi akan selalu menumbuhkan kehidupan.



IDAT MUSTARI

Pemerhati Masalah Sosial Keagamaan