Kearifan Lokal, Modal Diplomasi Indonesia

Notification

×

Iklan

Iklan

Kearifan Lokal, Modal Diplomasi Indonesia

Jumat, 05 September 2025 | 18:11 WIB Last Updated 2025-09-05T11:11:45Z
Affiliasi

 



NUBANDUNG.ID -- Staf Khusus Menteri Agama, Farid F. Saenong, menegaskan bahwa salah satu indikator moderasi beragama adalah penghargaan terhadap kearifan lokal. Hal tersebut, menurutnya, justru menjadi modal diplomasi Indonesia di dunia internasional.


“Kita bangsa besar, dari Aceh hingga Papua, jaraknya sama jauhnya dengan London ke Turki yang melewati banyak negara. Jika agama dijalankan dengan arif sesuai budaya lokal, maka Indonesia bisa menunjukkan bahwa agama dan demokrasi mampu berjalan berdampingan,” ujar Farid saat menyampaikan materi dalam Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Provinsi Lampung, di BPSDM Provinsi Lampung, 2–4 September 2025.


Farid menekankan pentingnya moderasi beragama sebagai benteng mencegah intoleransi, baik di kalangan sipil, ASN, maupun militer. Ia mengingatkan bahwa dalam sejarah dunia, ancaman kudeta kerap datang dari kelompok bersenjata dan garis keras. Karena itu, pelatihan ini menjadi bekal penting bagi ASN dalam menumbuhkan sikap moderat.


“Bapak-Ibu memiliki bekal kuat untuk mencegah tindakan intoleran dan ekstremisme,” tegasnya, Jumat (5/9/2025).


Moderasi sebagai Pilar Demokrasi


Farid menjelaskan, Kementerian Agama memiliki tanggung jawab menjaga seluruh umat beragama di Indonesia, khususnya umat Islam, agar tetap autentik, berakar pada budaya, dan menghargai kearifan lokal. Menurutnya, kelompok moderat merupakan pilar utama dalam menjaga demokrasi dan stabilitas sosial.


“Kita beruntung memiliki kelompok tengah yang kuat. Saat krisis 1998, misalnya, potensi kekacauan bisa saja melahirkan gejolak besar dan berkepanjangan. Tetapi karena ada kekuatan moderat, hal itu mampu diredam,” katanya.


Dalam sesi tanya jawab, peserta menyoroti implementasi moderasi beragama di daerah multireligi, mekanisme pembinaan terhadap narapidana terorisme, hingga diskriminasi yang dialami mualaf. Menanggapi hal itu, Farid menegaskan bahwa moderasi beragama berlaku lintas agama dan budaya.


“Fenomena ekstremisme ada di semua agama. Karena itu, konten moderasi bisa disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing. Tujuannya agar umat beragama tetap seimbang sebagai pemeluk agama sekaligus warga negara,” jelasnya.


Terkait pembinaan mantan narapidana terorisme (napiter), Farid menekankan pentingnya sinergi pemerintah daerah dan masyarakat. “Bapak-Ibu di Kesbangpol memiliki kewajiban mengawal mereka agar bisa memulai hidup baru. Negara hadir, tetapi masyarakat juga perlu menerima mereka kembali sebagai bagian dari bangsa ini. Mari kita membumikan semangat moderasi,” ujarnya.


Sedangkan soal diskriminasi terhadap mualaf, ia menilai komunitas keagamaan dan pemerintah harus bergandengan tangan menciptakan ruang aman. “Tidak boleh ada kekerasan atas nama agama. Moderasi hadir justru untuk memastikan siapa pun yang memilih keyakinan baru tetap dilindungi hak hidup dan martabatnya,” tegasnya.


Jawaban atas Tudingan Internasional


Menanggapi tudingan sebagian pihak internasional yang melabeli Indonesia sebagai negara Muslim garis keras, Farid menekankan bahwa moderasi beragama adalah jawaban paling tepat.


“Indonesia punya semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan di Lampung ada falsafah Sai Bumi Ruwa Jurai. Inilah bukti bahwa pendatang dan pribumi bisa bersatu. Mari kita tunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah contoh Islam moderat yang damai dan berkeadilan,” tandasnya.


Farid mengapresiasi peran Densus 88, Kesbangpol, dan BNPT dalam menangani persoalan intoleransi, termasuk pembinaan terhadap 56 mantan napiter yang kini berdomisili di Lampung. Ia berharap dukungan anggaran semakin diperkuat agar program pembinaan berjalan optimal.


Pelatihan ini merupakan implementasi Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Pemerintah menargetkan ASN di seluruh kementerian dan daerah mampu menjadi teladan dalam menerapkan sikap moderat, toleran, dan berkeadilan, baik di lingkungan kerja maupun masyarakat.



-