NUBANDUNG.ID -- Artikel ini membahas peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ dalam perspektif authentic happiness. Dengan mengambil contoh tradisi Maulid di masyarakat Sunda (Muludan) dan masyarakat Banten (Panjang Mulud), tulisan ini menunjukkan bagaimana ritual keagamaan dan budaya dapat menjadi sarana membangun kebahagiaan autentik melalui tiga dimensi: pleasant life, good life, dan meaningful life.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ merupakan tradisi penting dalam kehidupan umat Islam. Selain memiliki nilai spiritual, Maulid juga berfungsi sebagai medium sosial dan budaya yang menyatukan masyarakat. Dari perspektif psikologi modern, khususnya teori Authentic Happiness perayaan ini dapat dipahami sebagai praktik kolektif yang menumbuhkan kebahagiaan sejati, bukan hanya kesenangan sesaat.
Kebahagiaan autentik terbagi dalam tiga dimensi utama:
1 Pleasant Life, menikmati kesenangan dan emosi positif.
2 Good Life, menggunakan kekuatan diri (signature strengths) dalam kehidupan sehari-hari.
3 Meaningful Life, mengarahkan kekuatan tersebut pada tujuan yang lebih besar dari diri sendiri.
Ketiga dimensi ini selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam peringatan Maulid.
Tradisi Sunda, Muludan sebagai Kebahagiaan Kolektif
Di berbagai kampung Sunda, Maulid Nabi disebut Muludan. Perayaan dimulai dengan pembacaan shalawat dan Barzanji, diiringi rebana, serta diakhiri dengan makan bersama hasil bumi yang dibawa setiap keluarga.
Pleasant Life, suasana penuh kegembiraan melalui musik Islami, obor anak-anak, dan tumpeng yang dinikmati bersama.
Good Life, internalisasi akhlak Nabi, seperti pesan tokoh kampung tentang pentingnya jujur dan berbuat baik. Nilai ini membentuk kekuatan karakter masyarakat.
Meaningful Life, acara puncak berupa santunan anak yatim dan jompo. Seorang ibu bahkan mengaku hatinya tenang karena bisa berbagi, sesuai dengan sabda Nabi ﷺ "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Ahmad).
Dengan demikian, Muludan menjadi sarana membangun kebahagiaan autentik melalui perayaan, pendidikan akhlak, dan amal sosial.
Tradisi Banten, Panjang Mulud sebagai Manifestasi Kebahagiaan Religius-Sosial
Di Banten, tradisi Maulid dikenal dengan Panjang Mulud, yaitu arak-arakan makanan panjang yang diarak ke masjid atau alun-alun.
Pleasant Life, suasana meriah dengan rebana, pawai, dan kebersamaan warga.
Good Life, gotong royong dalam menyiapkan Panjang Mulud mencerminkan kekuatan karakter kolektif: kerja sama, kerendahan hati, dan solidaritas sosial.
Meaningful Life, makanan Panjang Mulud dibagikan kepada fakir miskin dan anak yatim. Hal ini meneladani misi kenabian.
وَمَآ أَرْسَلْنَـٰكَ إِلَّا رَحْمَةًۭ لِّلْعَـٰلَمِينَ
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107).
Dengan berbagi, masyarakat Banten merasakan kebahagiaan yang bermakna, melampaui kegembiraan lahiriah.
Analisis dan Sintesis
Kedua tradisi Sunda dan Banten menunjukkan pola yang sama dengan teori Authentic Happiness: Pleasant Life tampak dalam kemeriahan budaya Islami, kegembiraan anak-anak, dan pertemuan masyarakat. Good Life tercermin dalam penguatan karakter Islami melalui teladan Nabi dan praktik gotong royong. Meaningful Life diwujudkan melalui amal sosial, santunan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dengan demikian, Maulid Nabi tidak hanya ritual religius, tetapi juga intervensi sosial-religius yang menguatkan kesejahteraan psikologis, membangun karakter, dan menciptakan makna hidup.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ dapat dipahami sebagai praktik kebahagiaan autentik dalam perspektif psikologi positif. Tradisi Muludan di Sunda dan Panjang Mulud di Banten memperlihatkan integrasi antara kesenangan emosional, penguatan karakter, dan pengabdian sosial. Hal ini membuktikan bahwa nilai-nilai Islam yang diwariskan melalui perayaan Maulid selaras dengan konsep modern tentang authentic happiness.
Dengan demikian, Maulid bukan hanya momentum historis, melainkan sarana membangun kebahagiaan sejati yang abadi: bahagia karena mengingat Nabi, meneladani akhlaknya, dan menghadirkan rahmat bagi sesama.
S. Miharja Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung