Ulul Al-Bab: Cerdas Bareng Al-Quran

Notification

×

Iklan

Iklan

Ulul Al-Bab: Cerdas Bareng Al-Quran

Senin, 03 Mei 2021 | 19:15 WIB Last Updated 2022-09-12T03:53:12Z


Kita mungkin tidak pernah tahu kalau pada saat lahir kedunia ada harapan bersar yang menyertai. Ya, harapan kedua orang tua kita. Harapan yang paling sederhana adalah agar kelak, kita yang menjadi anaknya, dapat meneruskan estafeta perjuangan mereka, serta mengukir cita-cita yang mulia.


Lebih jauhnya, para orang tua selalu berharap supaya anak-anaknya menjadi generasi yang handal yang bermanfaat bagi umat berbangsa dan bernegara. Semua negarawan paham kalau maju-mundurnya suatu bangsa tergantung pada kualitas generasi penerusnya.


Kitakah generasi tangguh itu? Kitakah anak-anak yang sesuai dengan harapan para orang tua?


Mari kita tengok ke kedalaman sanubari kita, mengukur sekuat apa kita untuk mewujudkan cita-cita mulia. Jangan-jangan, kita termasuk generasi yang lemah, yang membuat kekhawatiran dan memupuskan harapan akan benih-benih kemajuan.


Dengan proses muhasabah, kita akan adar betapa kita lemah dan mudah menyerah. Tapi, kesadaran itu sejatinya diikuti dengan langkah-langkah memperbaiki diri, mengubah diri, bermetamorposa ke arah yang lebih baik. Generasi tangguh memang dapat diciptakan.


Generasi yang lemah sekalipun dapat tumbuh dan berubah menjadi generasi yang kuat karena kecerdasan yang dimiliki. Maka, jangan sesekali kita bermalas-malas menuntut ilmu. Sayyidina Ali pernah berkata bahwa eksisnya seorang pemuda tergantung pada ilmu dan ketakwaan yang dimilikinya.


Bermalas-malas diri pasti menjerumuskan kita pada lemah ilmu dan pengetahuan, yang pada akhirnya menyebabkan ketergantungan, kemiskinan, bahkan memicu berbagai kemungkaran.


Berhati-hatilah karena kefakiran akan menjerumuskan kita ke jurang kekufuran! Allah memang tidak akan mengubah nasib seseorang, sepanjang orang tersebut tidak memiliki keinginan, gairah, semangat, dan tekad untuk mengubah dirinya sendiri. Allah telah memberi semua manusia dengan modal yang sama, tanpa terkecuali, tidak mengistimewakan si itu dan si ini.


Apakah modal itu? Sel-sel otak manusia berjumlah sekitar 100 milyar. Tapi hati-hati, kadar kepintaran dan kebijaksanaan manusia bukan diukur dari banyaknya sel, melainkan jumlah interaksi arus listrik antara axon pada satu sel otak dengan dendrit pada sel otak lainnya.


Pada manusia modern yang bangga akan kemajuan peradabannya, ternyata kapasitas interaksi antara arus listrik dalam otaknya rata-rata hanya berkisar 6-8%. Sedangkan 92% dari 100 milyar sel-sel otak itu merupakan daerah gelap bagai rimba yang belum pernah terjelajah.


Saintis sekarang memberi istilah bagi interaksi arus listrik antarsel otak itu dengan electrical impulse. Jauh sebelumnya, Imam Syafi’i beserta gurunya, Imam Waki’, menyebutnya sebagai nurullah, cahaya Allah.


Dengan demikian sel-sel otak dan pengetahuan manusia dapat dilejitkan dengan cara meningkatkan kapasitas cahaya Allah dalam hati dan pemikiran.


Ulul Albab, begitulah Al-Quran menyebut orang-orang yang Allah terangi hati dan pemikirannya; yaitu orang-orang yang tinggi kemampuan akalnya. Sungguh cahaya Allah bisa lahir dari ketakwaan karena meninggalkan kemaksiatan, sehingga akal tercerahkan dan berhasil menemukan berbagai fenomena alam semesta.

 

“Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,” (QS al-Baqarah [2]: 282).