Jejak Sejarah Orang Tionghoa di Olahan Tahu Sumedang

Notification

×

Iklan

Iklan

Jejak Sejarah Orang Tionghoa di Olahan Tahu Sumedang

Jumat, 27 Agustus 2021 | 13:00 WIB Last Updated 2022-04-22T09:38:02Z


NUBANDUNG
-Tahu Sumedang kini berusia 100 tahun alias satu abad. Tahu di Sumedang mulai dirintis tahun 1917 oleh imigran asal China yang datang langsung ke Sumedang melalui pelabuhan Cirebon. Makanan camilan yang renyah dan khas ini berasal dari China ini menjadi makanan khas dan ikon Sumedang. Tahu Bungkeng menjadi perintis tahu di Sumedang sejak 1917. 


“Saya sebagai cucu dari Bungkeng, sangat bangga hasil olahan buyut saya menjadi ikon Sumedang menghidupi keluarga kami juga juga ratusan pengusaha tahu Sumedang serta para pegawainya,” kata Suryadi Ukim (52) pemilik gerai Tahu Bungkeng. 


Cikal bakal Tahu Sumedang ini dibawa oleh seorang imigran asal China bernama Ong Kino yang tiada lain adalah buyut Suryadi yang datang ke pulau Jawa melalui pelabuhan Cirebon, awal tahun 1900-an. 


“Sesampai di Sumedang ia langsung mendirikan pabrik tahu di Jalan Sebelas April ini,” ujarnya. 


Ong Kino memang yang merintis usaha tahu di Sumedang, tetapi yang terkenal perintis tahu adalah Ong Bungkeng yang tidak lain dari anaknya Ong Kino yang menyusul ke Jawa. 



“Ong Kino sendiri tidak lama ada di Sumedang dan meninggalkannya untuk kembali ke negeri Tiongkok sekitar tahun 1917,” cerita Suryadi yang lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Maranatha Bandung 1992. 


Usaha tahu diteruskan oleh anaknya, Bah Ukim yang kemudian kini dikelola oleh Suryadi, anaknya Bah Ukim. 


“Sebelum meninggal Ong Bungkeng sempat bertanya siapa yang akan melanjutkan usaha dagang tahu ke bapak saya. Saat itu bapak saya menunjuk saya sebagai penerus Tahu Bungkeng,” kata Suryadi. 


Ia mengaku dari tujuh bersaudara hanya dirinya yang meneruskan berdagang tahu. Awalnya sebagai orang Tionghoa buyutnya itu memperkenalkan makanan yang dalam bahasa Mandarinnya, Doufu dan karena lidah orang Indonesia maka nama itu berubah menjadi tahu. 


“Dulu tahu itu hanya makanan yang dimakan orang China saja sesekali warga di sekitar mencicipi tahu. Biasanya tahu dibuat kalau ada makan bersama sesama orang China,” katanya. 


Sampai akhirnya, tahu itu dicoba dijual. Alkisah, pemuda Ong Bungkeng ketika tengah bekerja mengolah tahu dan menjualnya di daerah Tegalkalong atau kini Jalan Sebelas April. Kebetulan Dalem Sumedang Pangeran Soeriaatmadja yang akan pergi ke Situraja melewatinya. 


Bupati Sumedang yang dikenal dengan Pangeran Mekah ini lewat di depan warung Tahu Ong Bungkeng dengan kereta kuda. Pangeran Soeriaatmadja ini tertarik ada sajian di warung Bungkeng itu dan mampir dulu serta mencicipi goreng Tahu buatan Bungkeng yang terbilang makanan baru saat itu. 


“Ngeunah geuning ieu kadaharan teh, moal burung payu geura. (Lezat dan enak makanan ini pasti akan laku keras sekali, red),” kata Dalem Sumedang ini. 


Ungkapan Pangeran itu menjadi kenyataan usaha Tahu Bungkeng kian maju. Beberapa pegawai Tahu Bungkeng yang kebanyakan warga setempat tertarik juga mengembangkan usaha tahu itu. Mereka pun mendirikan usaha pabrik tahu. 


“Bungkeng memiliki tiga pegawai asal Situraja kemudian keluar dan mengembangkan usaha tahu,” kata Suryadi. 


Pegawai tahu Bungkeng datang silih berganti. “Tak sedikit pegawai tahu Bungkeng dulu dibajak temannya yang berasal dari etnis China. Diajak buka usaha membuat tahu Sumedang,” katanya. 


Ia menyebutkan beberapa pengusaha tahu Sumedang yang masih bertahan tetapi tak sedikit keturunnya tak melanjutkan usaha tahu Sumedang. “Dulunya dagang tahu kemudian dagang barang lainnya dan usah atahu ditinggalkan. Seperti Aniw, dulu dagang tahu tapi sekarang hanya jualan barang elektronik,” katanya. 


Suryadi menyebutkan, dari cerita bapak dan kakeknya, Ong Bungkeng, sekitar tahun 1950-an Tahu Sumedang makin berkembang dan banyak yang menyukainya. 


"Saat itu sempat berdiri perkumpulan produsen tahu yang dikelola olah orang pribumi dengan nama Tahu Persatoean dan beralamat di Situraja. Pendirinya pegawai tahu Bungkeng, Pak Suhatma,” kisah Suryadi. 


Sementara Tahu Bungkeng sendiri makin melesat dan terkenal bahkan sejak pengelolaan dengan cara yang modern awal 1970-an. Batu penekan gilingan kedelai sebagai bahan baku tahu sudah diganti menjadi mesin penggilingan. 


Begitu juga dengan pengorengannya yang tadinya memakai kayu bakar diganti memakai kompor minyak tanah dan belakang dengan menggunakan kompor gas. Tahu Sumedang memang sangat khas dan sulit untuk ditiru oleh daerah lain selain Sumedang. 


Jangankan oleh daerah lain,  di Sumedang saja hanya beberapa daerah saja yang cocok airnya untuk membuat tahu selezat dan segurih tahu Sumedang ini. 


Bahkan ada juga beberapa pengusaha yang membuka pabrik di luar Sumedang itu terpaksa mengambil air dari Sumedang dengan membawanya memakai drum. Air yang cocok untuk membuat tahu Sumedang itu hanya untuk wilayah perbatasan Tanjungsari sampai Cimalaka saja. Di luar itu jangan harap rasa dan kelezatan Tahu itu akan sama seperti di daerah antara Tanjungsari sampai Cimalaka. 


“Tahu sumedang itu dibuat dengan komposisi 70 persen air. Memang kandungan air yang ada di Sumedang yang membedakan hasil tahu itu. setiap daerah punya kemandirian kandungan air,” kata Suryadi. 


Walaupun bahan baku tahu itu sama dan hanya kedelai tetapi setiap pabrik dan pengusaha tahu mempunyai resep yang berbeda-beda dan merupakan rahasia perusahaan. 


“Memang kami punya resep mandiri dan berbeda dengan pengusaha yang lain. Tetapi gambaran secara umum, kelezatan tahu itu tergantung dari kualitas kedelai sebagai bahan bakunya. Selaian itu koki yang mengolah tahu juga punya peran,” ujarnya. 


Selain itu, sambungnya, cuka atau bibit tahu/ragi yang dipakai juga menentukan. Ragi ini diambil dari air yang keluar dari pengepresan kedelai. Tahu Sumedang yang dirintis Bungkeng 1917 itu kini menjadi ciri khas Sumedang. 


Saat ini tercatat lebih dari 400 pengusaha tahu yang memperkerjakan ratusan bahkan ribuan orang. Bukan hanya yang mengolah tahu tapi juga yang menggoreng sampai menjajakan dan pedagang tahu Sumedang di kios-kios kecil pinggir jalan sampai asongan di bus. 


Bahkan saat Lebaran, rata-rata setiap hari bisa terjual tahu Sumedang di atas 2 juta buah. Sementara harga tahu sumedang bervariasi Rp 500-600 per buah. Sehingga secara kasar omzet hampir Rp 1 miliar per hari. (Deddi Rustandi/Tribunjabar)