Sayyid Ahmad Khan Sang Pembaharu Islam

Notification

×

Iklan

Iklan

Sayyid Ahmad Khan Sang Pembaharu Islam

Jumat, 12 November 2021 | 12:38 WIB Last Updated 2022-09-12T03:53:09Z

Sayyid Ahmad Khan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali dan dia dilahirkan di Delhi pada tahun 1817 M. Nenek dari Sayyid Ahmad Khan adalah Sayyid Hadi yang menjadi pembesar istanah pada zaman Alamaghir II ( 1754-1759 ) dan dia sejak kecil mengenyang didikan tradisional dalam wilayah pengetahuan Agama dan belajar bahasa Arab dan juga pula belajar bahasa Persia.

Ia adalah sesosok orang yang gemar membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dia ketika berumur belasan tahun dia bekerja pada serikat India Timur. Bekerja pula sebagai Hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali pulang kekota kelahirannya Delhi.

Pemikiran Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan dengan Muhammad Abduh di Mesir, setelah Abduh berpisah dengan Jamaluddin Al- Afghani dan setelah sekembalinya dari pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya, terutama akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangannya. Meskipun dia sebagai penganut ajaran Islam yang taat dan mempercayai adanya kebenaran dari Tuhan adalah wahyu, tetapi di berpendapat bahwa akal bukan segalanya bagi manusia dan kekuatan akal hanyalah terbatas yang sifatnya relatif.

Bahwasanya faham dan pemikiran yang dianut Oleh Sayyid Ahmad Khan ada kesamaan dengan faham yamg dianut oleh Qodariyah, misalnya manusia di anugrahi Tuhan berbagai macam daya diantaranya fikiran yang berupa akal dan daya fisik untuk merealisasikan kehendak.

Adapun penolakan taqlid oleh Ahmad Khan dikarenakan dapat mengurangi relevansi Qur’an dengan masyarakat baru pada zaman tersebut, maka ia memandang perlu diadakannya ijtihat-ijtihat baru (tajdid) untuk menyesuaikan dalam peraksis ajaran-ajaran agama Islam dengan situasi, kondisi dan perkembangan masyarakat yang terus menerus mengalami perubahan ataupun tajdid dalam kehidupan mereka.

Dan ia mengedepankan rasio ataupun pemikiran-pemikiran, dan menolak semua yang bertentangan dengan logika dan hukum alam, misalnya Hadist dan Fiqih di karenakan itu semua adalah esensinya moralitas masyarakat pada zaman abad pertama dalam pengumpulan Hadist tersebut dan adapun Fiqih yang esensinya tentang moralitas masyarakat berikutnya sampai timbulnya mazhab-mazhab. Tetapi Sayyid Ahmad Khan tetap mengambil Al-qur’an sebagai pedoman, rujukan dan landasan atas ajaran-ajaran agama Islam.