Betulkah Agama Ciptakan Disintegrasi Bangsa?

Notification

×

Iklan

Iklan

Betulkah Agama Ciptakan Disintegrasi Bangsa?

Kamis, 05 Januari 2023 | 09:39 WIB Last Updated 2023-01-05T02:40:48Z


Oleh: Idat Mustari,
Penceramah dan Advokat


NUBANDUNG.ID - Indonesia ialah negara yang begitu ragam budayanya, indah, dan begitu berbudi rakyatnya. Di negeri ini, ada sekitar 17.500 pulau, 400 lebih bahasa lokal, dan 600 lebih etnis dari Sabang sampai Merauke. 


Semboyan “Bhineka Tunggal Ika” (Bercerai-berai tetapi satu)  yang dicanangkan oleh para pendiri negeri ini untuk menunjukan keberagaman etnik dan kebersatuannya. 


Perbedaan suku, bahasa  bahkan  agama tidak membuat bangsa Indonesia saling bertengkar satu sama lainnya.  Ideologi Pancasila telah membalut rasa pada setiap anak bangsa untuk bersatu meskipun berbeda adat, suku dan agama. 


Hal inilah yang membuat bangsa asing terkaget-kaget kenapa di negeri ini sulit ditemukan peperangan antar suku, antar agama kalau pun ada cepat pulih kembali, tak berlarut-larut seperti terjadi di negara-negara lain. 


Orang asing yang dengki dan punya kepentingan tersendiri tentu tidak ingin Indonesia damai dan tentram. Mereka tidak akan diam untuk membuat Indonesia terpecah belah. 


Salah satu cara membuat Indonesia terpecah belah yang paling jitu adalah lewat agama. Yang paling gampang dipertentangkan bukan Islam dengan Hindu, Budha atau Konghucu tapi Islam dengan Kristen.


Tidak sedikit ada orang Islam merasa biasa-biasa saja saat berselfi di Pura saat berlibur ke bali. Atau berselfi di Klenteng  yang ada patung macan dan naganya tapi enggan jika harus berselfi di gereja apalagi di depan patung Yesus. Dari sisi ini saja sudah tertangkap aroma mudahnya muslim dipertentangkan dengan Kristen.


Memang pertentangan muslim dengan Kristen, tidak terlepas dari sejarah masa lalu, buruknya hubungan Muslim dengan Kristen yang dimulai sejak perang salib. 


Selain itu Kristen yang dibawa oleh para misionaris, penyebarannya bersamaan dengan datangnya Kolonial Belanda. Pada saat itu, orang Islam sudah menaruh kecurigaan bahwa misionaris Kristen adalah antek-antek Kolonial dan anggapan Kristen adalah agama orang Barat penjajah. 


Selain itu misionaris dianggap terlalu aktif dalam hal mengajak orang Islam berpindah agama menjadi Kristen telah menambah pemicu mudahnya Muslim dengan Kristen dipertentangkan. 


Oleh karena itu jika ada orang Kristen yang membantu mereka (muslim) yang sedang mengalami bencana meskipun itu murni karena dasar kemanusiaan tak heran jika akan dianggap  bagian dari misi pemurtadan.


Disharmoni antara kedua umat ini dapat menjadi bom yang sewaktu-waktu mengganggu perjalanan kebangsaan. "Tidak dapat dipungkiri, relasi antar-komunitas beragama ini acapkali menimbulkan ketegangan bahkan konflik," begitu kata Din Syamsuddin.


Perselihan antara  Umat islam dan Kristen bisa terjadi kapan saja jika kurang  kesadaran dari masing-masing umat, baik Islam maupun Kristen yakni, kesadaran bahwa menjaga Persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah hal yang utama.


Dialog lintas agama memang penting, tetapi sayang jika ini hanya terjadi di kalangan elite tokoh agama namun tak menetes ke akar rumput yang cendrerung konflik menjadi sikap saling mengasihi, saling mengayomi sebagai sesama anak bangsa merah putih. Semoga Damai Indonesiaku bukan hanya slogan tapi selalu jadi kenyataan.***