Mencintai Rasulullah saw

Notification

×

Iklan

Iklan

Mencintai Rasulullah saw

Jumat, 05 Januari 2024 | 09:58 WIB Last Updated 2024-01-05T02:58:25Z

AHMAD SAHIDIN, penulis buku Tanda-Tanda Kiamat Mendekat.


NUBANDUNG.ID -- Suatu hari di masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan, seorang gubernur Madinah bernama Marwan bin Hakam, mendapati lelaki tua yang membenamkan mukanya di kuburan Rasulullah saw.

“Apa yang kau lakukan?” bentak Marwan.  Lelaki tua itu menjawab, “Aku sedang mengunjungi Rasulullah. Aku tidak mendatangi batu. Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, janganlah kalian tangisi agama jika dipegang ahlinya. Tangisilah agama ketika dikendalikan oleh orang yang bukan ahlinya.”


Dalam kitab Musnad Ahmad 5:42, Mustadrak al-Hakim 4 :515, dan al-Samhudi, Wafa al-Wafa 2 : 410 – 443, dikabarkan bahwa lelaki tua tersebut adalah sahabat Rasulullah saw yang bernama Abu Ayyub. Ia adalah Muslim yang rumahnya disinggahi pertama kali saat Rasulullah tiba di Madinah dalam peristiwa hijrah.


Rumah Abu Ayyub

Ketika Rasulullah bermalam di lantai bawah, Abu Ayyub tinggal di lantai atas. Karena bangunannya terbuat dari tanah, Abu Ayyub merasa khawatir kalau debu dan tanah menimbun Rasulullah saw. Sehingga sepanjang malam Abu Ayyub dan istrinya membekukan tubuhnya seperti sebongkah kayu.

Saat pagi Abu Ayyub segera mendatangi Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, semalaman aku tak dapat memejamkan mata,” kata Abu Ayyub.


 “Apa yang terjadi denganmu,” tanya Rasulullah saw. Abu Ayyub segera menjawab, “Ya Rasulullah, aku khawatir debu dan tanah berjatuhan dan menganggumu”.


Mendengar itu, Rasulullah tersenyum dan segera mengajarkan doa yang dapat menghapuskan kejelekan dan mendapatkan derajat yang mulia.


Sekilas jika dilihat tampak menggelikan yang dilakukan Abu Ayyub, membekukan tubuh semalaman. Namun jik ditelaah, tampak perbuatannya itu semata-mata dilandasi kecintaan yang besar kepada Rasulullah saw.


Kecintaan terhadap Rasulullah saw ini tampak pula pada Zaid bin al-Datsanah ketika ditangkap kafir Quraisy. Abu Sufyan, setelah menyiksa melontarkan pertanyaan kepada Zaid bin al-Datsanah, “Zaid, maukah Muhammad bin Abdullah kami seret dan siksa, sedangkan kau berada aman bersama keluargamu?”


“Tidak, demi Allah. Aku tidak suka duduk bersama keluargaku, sementara sebuah duri menusuk junjunganku,” jawab Zaid berang. Abu Sufyan menggeleng-gelengkan kepala seraya berujar, ”Aku belum pernah melihat manusia mencintai seseorang seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad.”


Dahsyat, luar biasa. Inilah bukti kecintaan seorang Muslim terhadap Rasulullah. Ketika kabar ini sampai, Rasulullah  bersabda, “Tidak beriman seseorang di antara kalian sebelum aku lebih dicintainya ketimbang anak-anaknya, orantuanya, dan semua manusia. Cintailah aku karena kecintaan pada Allah, dan cintai keturunanku karena kecintaaku” (HR.Turmudzi, Al-Hakim, al-Suyuthi).


Bentuk kecintaan yang terdapat di atas sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat At-Taubah [9] ayat  24,  “Katakanlah: jika orang tua kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, kaum kerabat, dan kekayaan yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian takutkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kalian senangi lebih kalian cintai dari Allah dan Rasul-Nya serta dari jihad di jalan-Nya, tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang fasik.”


Jadi, ciri seorang Muslim itu mencintai Rasulullah saw ditandai dengan selalu mendahulukan Rasulullah ketimbang dirinya. Selain itu, hatinya juga selalu terpaut dan ingin dekat serta menikmati kehadiran Rasulullah saw penuh rasa bahagia.


Singkatnya, seorang pecinta tidak akan mau berpisah atau jauh dari kekasih, walaupun sekejap. Seperti inilah seharusnya wujud kecintaan kita kepada Rasulullah SAW. Yakni berani berkorban, berkhidmat dan menerapkan akhlak Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.


Di antara akhlak Rasulullah yang harus dijalankan antara lain: pertama,  kita harus tawadhu (rendah hati) dan tak boleh congkak, riya, angkuh, iri hati dsb;  kedua, senang memberikan penghargaan dan memuji kelebihan orang lain (dengan maksud tidak menjilat);  ketiga, senantiasa memberikan perhatian dan membahagiakan saudaranya secara tulus karena Allah Swt; dan  keempat, senantiasa beribadah sesuai ajaran Allah dan Nabi-Nya serta tidak melupakan untuk bershalawat untuk Rasulullah saw dan keluarganya.