Inilah Sejarah Jalur Kereta Cibatu-Garut

Notification

×

Iklan

Iklan

Inilah Sejarah Jalur Kereta Cibatu-Garut

Rabu, 02 Juni 2021 | 16:03 WIB Last Updated 2021-09-13T15:31:08Z

NUBANDUNG - Europa in de Tropen. Sejak zaman kolonial Belanda Priangan sudah terkenal akan keindahan dan eksotisme alamnya. Wilayah di Priangan yang dimaksud antara lain Bandung, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, dan Garut. Karesidenan Priangan mendapatkan banyak julukan seperti Europa in de Tropen, Parijs van Java, Geneve van Java, Montpeiler of Java, dan Switzerland van Java. Bahkan seorang Belanda yang sempat tinggal di Priangan, M.A.W. Brouwer mengatakan bahwa “Bumi Pasundan diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum”.


Daya Tarik dan Pesona Garut. Daerah pegunungan yang terhampar di Garut menyajikan panorama pemandangan yang indah. Pada masa kolonial, Garut adalah salah satu tujuan wisata penting di Priangan. Beberapa pegunungan di Garut antara lain Cikuray, Sadakeling, Papandayan, Guntur, Haruman, dan Kaledong. Keseluruhan tanah di daerah tersebut merupakan lahan subur yang banyak ditanami kopi, teh dan kina. Selain itu banyak lahan yang dimanfaatkan untuk pertanian.


Jalan Besi Menapak di Garut. Kendati Garut memiliki lahan subur dan pemandangan yang manawan namun banyaknya pegunungan membuat daerah tersebut terisolasi. Jalan-jalan yang menanjak melintasi pegunungan membuat pengangkutan menggunakan pedati mengalami kesulitan dan memakan waktu tempuh yang lama. Untuk mengatasi permasalahan pengangkutan, perusahaan kereta api negara Staatssporwegen (SS) membangun jaringan kereta api menuju Garut.


Pembangunan jalur kereta api di Garut dimulai dari Cicalengka pada tahun 1887, sebagai bagian dari pembangunan jalur kereta api Priangan-Cilacap. Sebelumnya, SS telah merampungkan pembangunan jalur kereta api Buitenzorg (Bogor)-Bandung-Cicalengka pada tahun 1884. Pada 14 Agustus 1889 jalur kereta api Cicalengka-Garut sepanjang 51 kilometer dibuka untuk umum. Gubernur Jenderal Hindia Belanda meresmikan lintas tersebut dengan sebuah acara perayaan yang megah. Selanjutnya pembangunan dilanjutkan sampai ke Cikajang yang dimulai  pada tahun 1921.


Jalur kereta api Cicalengka-Garut ditandai garis berwarna merah-hitam, peta tahun 1913. Sebagai pemberhentian, secara berurutan dibangun Halte Nagreg, Halte Lebakjero, Halte Leles, Halte Leuwigong, Stasiun Cibatu, Stooplats Cikoan, Halte Pasirjengkol, Stooplats Citameng, Halte Wanaraja, Stooplats Tungilis, Halte Cimurah, Stooplats Sukarame, dan Stasiun Garut. (Sumber: KITLV)


Seorang pelancong Eropa, H.M. Tomlinson mengisahkan perjalanannya ke Garut menggunakan kereta api dari Batavia. Berangkat dari Stasiun Kemayoran menuju Stasiun Cibatu dilanjutkan dengan kereta api tujuan Stasiun Garut. Pada saat itu kereta api menjadi transportasi primadona, mengingat perjalanan kereta mengahadirkan pengalaman yang mengasyikkan. Para pelancong akan disuguhi pemandangan pegunungan dan lembah, serta pengalaman tidak terlupakan ketika melintasi jembatan serta terowongan yang tinggi dan panjang.


Sesampainya di Garut, pada pagi hari Tomlison melanjutkan perjalanan mengunjungi Gunung Cikuray, melewati sebuah desa kecil yang lestari. Dari atas Gunung Cikuray terbentang pemandangan hijau lembah Garut, sebuah pemandangan yang mungkin tidak pernah ditemui baik di Eropa maupun Amerika. Tomlison pun menyebut keindahan panorama di Garut sebagai sebuah Taman Surga.


Konon, komedian legandaris asal Inggris, Charlie Chaplin pernah menyambangi Garut. Kedatangan Charlie Chaplin ke Indonesia dikabarkan koran Het Niews van den Dag voor Nederland Indie yang terbit pada 29 Maret 1932. Sebuah telegram dari Singapura menginfokan Chaplin akan tiba disana pada Minggu malam. Melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Chaplin akan meninggalkan Batavia pada hari Senin melanjutkan perjalanannya ke Garut.


Pada 30 Maret 1932 Chaplin tiba di Garut. Meski hanya satu malam menginap di sebuah hotel di Garut, Chaplin mendapatkan pengalaman yang menyenangkan sampai-sampai memunculkan banyak ide untuk film komedi-nya.


Diduga kedatangan Chaplin ke Garut menggunakan kereta api. Hal ini dikuatkan dengan sebuah potret Chaplin pada majalah Moesen tanggal 15 Januari 1995 dengan keterangan Charlie Chaplin op het perron van station Garoet, 1932. Potret tersebut merupakan koleksi Ernst Drissen yang diketehui pernah menetap di Garut. Selepas dari Gaut, Chapling melanjutkan perjalanannya menyambangi Pulau Dewata.


Sejak tanggal 9 Februari 1983 jalur kereta api Cibatu-Garut ditutup karena penumpang beralih menggunakan moda transportasi darat lain seperti mobil, bus, dan truk. Semasa beroperasi, lintas Cibatu-Garut dengan panjang 19 kilometer membutuhkan waktu tempuh sekitar 50 menit dimana setiap empat kilometer terdapat stasiun sebagai pemberhentian. Pada tahun 1926 tercatat enam kali perjalanan kereta api Cibatu-Garut, begitu pula arah sebaliknya. Sebagai penarik kereta digunakan lokomotif “Si Gombar”, legenda lokomotif Garut yang sangat perkasa menghela rangkaian kereta api.


Kini, rel dan jembatan kereta api menuju Garut masih bisa dilihat. Bangunan stasiun seperti Stasiun Pasirjengkol, Wanaraja, Garut pun masih ada dengan kondisi sudah mengalami beberapa perubahan. Setelah 45 tahun tidak beroperasi, berkat kerja sama Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan PT KAI lintas Cibatu Garut rencananya akan direaktivasi tahun 2018.