RAF, “Inohong di Bojong Rangkong” dan Persib

Notification

×

Iklan

Iklan

RAF, “Inohong di Bojong Rangkong” dan Persib

Senin, 18 Juli 2022 | 11:43 WIB Last Updated 2022-07-19T04:34:06Z


NUBANDUNG.ID
— Generasi 1980-an dan 1990-an pasti tahu sinetron “Inohong di Bojong Rangkong” yang ditayangkan oleh TVRI Bandung ketika itu. Sinetron itu menjadi tontonan menarik dan menghibur bagi masyarakat Jawa Barat yang selalu ditunggu-tunggu.


Tokoh penting di balik suksesnya sinetron tersebut ialah Haji Rachmatullah Ading Affandie atau RAF. Tokoh Sunda yang juga pengarang cerita pendek ini lahir pada 12 Oktober 1929. RAF merupakan wartawan, penulis lakon, sutradara pementasan, pembina sepak bola, dan pemimipin grup kesenian.


Perjalanan karier


Dikutip dari ensiklopedia bebas Wikipedia, setelah tamat Hollandsch-Inlandsche School, pada zaman Jepang RAF masuk ke Pesantren Miftahul Huda, Ciamis, Jawa Barat.


Pada masa revolusi, masuk ke Sekolah Pertanian di Tasikmalaya, lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di Bandung sampai tamat. Kemudian RAF masuk ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia sampai sarjana muda.


Pada 1951-1954 RAF menjadi komentator Radio Republik Indonesia (RRI) Jakarta dan Bandung untuk siaran sepak bola. Dan, pada 1955-1964 menjadi Ketua Komisi Teknik Persib. Kemudian tahun 1963 diangkat sebagai pegawai Perusahaan Perkebunan Negara IX dan pensiun pada 1983.


RAF adalah sastrawan Sunda yang terbilang produktif. RAF mengarang ratusan naskah sinetron, operet, novel, dan sebagainya. Karya RAF yang sangat terkenal di antaranya “Nu Kaul Lagu Kaleon” (1989), “Tjarita Biasa” (1960), “Bentang Lapang”, kumpulan carpon “Dongeng Enteng ti Pasantren” (1961), dan sebagainya.


Ada pula karya berupa naskah drama, di antaranya “Dakwaan dan Yaomal Qiyamah” yang ditulis pada 1950-an dan telah dipergelarkan puluhan kali. Skenario film yang ditulis RAF di antaranya “Si Kabayan”, “Ratu Ular”, dan sebagainya.


Berbagai penghargaan pernah diterimanya. Naskah serial “Inohong di Bojong Rangkong” yang ditulisnya tidak kurang dari 110 judul. RAF juga menulis naskah gending karesmén “Ruhak Padjadjaran” yang pernah dipentaskan di Teater Terbuka Taman Budaya Jawa Barat pada 17 Juli 2006.


Pada 1961 RAF mendapat anugerah hadiah sastra LBSS untuk buku kumpulan carpon “Dongeng Enteng ti Pasantren”. Tahun 1990 dianugerahi hadiah sastra paling bergengsi Yayasan Rancage untuk novelnya yang berjudul “Nu Kaul Lagu Kaleon”.


Berkaitan dengan banyaknya jasa yang dihasilkannya dalam mengembangkan bahasa dan sastra Sunda, suami Hajjah Ineu Martini ini, pada 1998 dianugerahi lagi hadiah Rancage dalam bidang jasa.


RAF dan Persib


Pada 1951-1954 RAF juga pernah menjadi komentator sepak bola di RRI Jakarta dan Bandung. RAF merupakan tokoh yang besar jasanya dalam mengembangkan pamor Persib.


Pada 1954-1955 RAF menjadi Ketua Komisi Teknik di Persib. Pemain Persib terkenal yang pernah menjadi asuhannya di antaranya Rukman, Komar, Rukma, dan Parhim. Pada 1998 buku biografi berjudul “RAF: Urang Banjarsari Jadi Inohong di Bojongrangkong” diterbitkan oleh Geger Sunten.


Demikian pula perjalanan RAF menunaikan ibadah haji, dibukukan oleh Geger Sunten, judulnya “Akina Puri ka Tanah Suci”. Karya-karya RAF, baik yang berbahasa Sunda maupun Indonesia, umumnya tidak lepas dari napas daerah (Sunda) yang islami.


“Inohong di Bojong Rangkong” yang merupakan sinetron komedi satir, tetap memiliki pulasan islami dan seni Sunda.


Konsep seni yang islami sejak lama sudah digunakan RAF. Pada 1963 RAF merintis kasidah modern yaitu Lingga Binangkit. Sepuluh tahun kemudian Lingga Binangkit mengembangkan diri menjadi grup lainnya yaitu Patria.


Ciri lainnya yang melekat yang ditulis RAF yaitu satirnya yang pedas, tetapi melalui penyampaian yang halus. Malahan jauh sebelum zaman reformasi, RAF yang mantan anggota DPRD Jabar dari Fraksi Karya Pembangunan, dalam kritik-kritiknya selalu membuat merah kuping pemerintah.


Menurut RAF, “Pangarang profesional kudu bisa nulis iraha wae. Teu kudu ngadagoan ‘mood’ mun rék nulis téh. Teu beda jeung wartawan, nulis téh lain lantaran keur daék, tapi hiji kawajiban,” begitu papar RAF ketika ia masih hidup.


Artinya: “Harus bisa nulis kapan saja. Tidak perlu menunggu mood jika akan menulis. Tidak ada beda dengan wartawan, menulis bukan lantaran jika lagi ingin, tetapi merupakan satu kewajiban.”


Sepanjang hidupnya banyak menghasilkan karya yang melekat di hati masyarakat. Jasa-jasanya sangat besar dalam pengembangan bahasa dan sastra Sunda. Pun, RAF juga banyak berjasa dalam prestasi yang diraih Persib Bandung.


Tokoh Sunda terkenal ini wafat pada 6 Februari 2008.


Sumber: Wikipedia