Agama dan Kesadaran Diri

Notification

×

Iklan

Iklan

Agama dan Kesadaran Diri

Kamis, 17 Agustus 2023 | 08:17 WIB Last Updated 2023-08-17T01:17:43Z


Oleh: Idat Mustari* 


NUBANDUNG.ID -- Siapapun  orangnya pasti akan kembali kepada Tuhannya. Cara kembali setiap orang kepada Allah pun berbagai ragam, bahkan tak seorang pun tahun kapan waktunya, dimana tempatnya, dengan cara apa kembali kepada Allah. 


Ini wilayah yang sangat privasi, antara diri setiap orang dengan Allah. Agama itu sendiri turun ke bumi laksana jembatan antara manusia dengan Tuhannya. Itulah kemudian di agama apapun, baik Islam, Kristen, Budha, Hindu, ada ibadah-ibadah yang bersifat ritual dan individual.


Di Islam, shalat, puasa, haji, Baca Quran adalah ibadah-ibadah ritual dan individual. Yang sejatinya, ibadah-ibadah itu tidak sekedar bisa melakukannya, pintar membunyikannya, tetapi harus membuat cerdas jiwanya, tumbuh kesadaran dirinya untuk hidup lebih baik, lebih baik lagi.


Allah tidak peduli seberapa besar dosa hamba-Nya, seberapa kelam masa lalunya, seberapa besar kemaksiatannya, dan seberapa besar kejahatannya. 


Dari Anas bin Malik radhiallahu‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah subhanahu wata’ala berfirman, “ Wahai anak Adam, sepanjang engkau memohon kepada-Ku dan berharap kepada-Ku akan Aku ampuni apa yang telah kamu lakukan. Aku tidak peduli. Wahai anak Adam , jika dosa-dosamu setinggi awan di langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku akan Aku ampuni. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang membawa kesalahan sebesar dunia, kemudian engkau datang kepada-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sebesar itu pula .” (HR. Tirmidzi).


Namun sayang tak semua orang memiliki kesadaran diri ini, padahal orang itu rajin shalat, orang itu pandai membaca Al-Quran. Hingga kemudian tak bisa merubah dirinya menjadi lebih baik dan lebih baik. Entahlah apakah itu cara dirinya menemui Tuhannya.


Tak semua orang menyadari bahwa seharusnya, shalat yang dilakukannya, Haji yang dikerjakannya, puasa yang dilakoninya, Alquran yang dibacanya, yang dinilai oleh Allah adalah sejauhmana itu berpengaruh pada perubahan prilakunya. 


Sepanjang prilakuknya membuat orang lain terluka, maka seluruh ibadah itu sia-sia. Sepanjang shalat yang dilakukannya tak membuat orang lain selamat dari lisan dan tangannya, maka itulah shalat hanya sebatas ragawi.


Sepanjang zikir yang keluar dimulutnya tak menambah rasa betapa Agungnya Allah, dan Satu-satunya hanya Allah Yang Maha Segalanya, maka itulah zikir sebatas bunyi tak bermakna.


Agama bukanlah sekedar simbol, shalat itu sekedar pembeda antara dirinya sebagai seorang Islam dengan Non Islam, bukan menjadi ciri keimanan seseorang, baru kemudian jika shalat sudah bisa meningkatkan kesadaran dirinya yang dijewantahkan dalam kearifan. Arif bisa diartikan tahu atau kenal, paham. Artinya seseorang karena dengan shalatnya harus jadi lebih mengenal dirinya. 


Itulah kemudian dalam praktisi tasawuf dikenal satu ungkapan yang sangat yang sangat masyhur dari dahulu hingga sekarang adalah “ man arafa nafsahu arafa rabbahu” -- Barang siapa yang mengenal dirinya, maka bisa mengenal Tuhannya.” Wallahu’alam


*Pemerhati Sosial, Keagamaan. Motivator dan Advokat.