Teosentris dan Egosentris

Notification

×

Iklan

Iklan

Teosentris dan Egosentris

Sabtu, 21 Juni 2025 | 18:37 WIB Last Updated 2025-06-21T11:37:00Z



NUBANDUNG.ID -- Dalam dinamika kehidupan manusia, orientasi nilai yang dianut sangat menentukan arah dan cara hidup seseorang. Ada yang menjadikan Tuhan sebagai pusat motivasi dan tindakan, yang dikenal sebagai orientasi teosentris. Ada pula yang menjadikan ego dan kepentingan pribadi sebagai pusat dorongan hidup, yang disebut sebagai egosentris. Kedua orientasi ini bukan hanya mempengaruhi perilaku individu, tetapi juga berdampak besar pada struktur masyarakat dan peradaban.


Perbedaan dominasi antara orientasi teosentris dan egosentris seringkali disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Tulisan mengupas penyebab yang membuat salah satu orientasi tersebut lebih dominan dalam diri dan masyarakat, dari perspektif keagamaan, psikologis, dan sosial.



Konsep Teosentris dan Egosentris


Teosentris berasal dari kata “theos” (Tuhan) dan “centric” (pusat). Orientasi ini menjadikan Tuhan sebagai titik tolak dan tujuan akhir segala aktivitas hidup. Dalam konteks Islam, ini tercermin dalam ayat:  "Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam"

(QS. Al-An'am: 162).


Egosentris adalah orientasi hidup yang berpusat pada diri sendiri. Individu egosentris melihat segala sesuatu dari kepentingan pribadi, tanpa memperhitungkan nilai-nilai ilahi atau kepentingan kolektif. Dalam psikologi, ini berkaitan dengan tahap perkembangan kepribadian di mana individu belum mampu melihat dari perspektif orang lain.


Penyebab Dominasi Teosentris


Pendidikan dan Pembinaan Spiritual. Pendidikan agama yang kuat dan konsisten sejak dini berperan penting dalam membentuk orientasi teosentris. Ketika seseorang dibimbing untuk mengenal Tuhan, beribadah, dan memahami makna kehidupan, maka pusat motivasinya cenderung tertuju kepada Allah.


Keteladanan Lingkungan. Lingkungan keluarga, guru, dan masyarakat yang menampakkan kesalehan dan keikhlasan akan menumbuhkan inspirasi teosentris. Sikap sabar, jujur, dan ikhlas yang dicontohkan akan mendorong individu meneladani nilai tersebut.


Kesadaran Eksistensial. Ada fase dalam hidup manusia ketika ia merenungi makna hidup, kematian, dan takdir. Perenungan ini dapat mendorong transformasi dari orientasi ego menuju orientasi teosentris. Eksistensi yang rapuh justru membuka jalan menuju Tuhan.


Tekanan Hidup dan Keterbatasan. Penderitaan, musibah, dan keterbatasan manusia seringkali menjadi jalan menuju kesadaran ketuhanan. Dalam kondisi terjepit, manusia lebih mudah menyadari ketergantungannya kepada Yang Maha Kuasa.


Penyebab Dominasi Egosentris


Materialisme dan Budaya Konsumerisme. Arus globalisasi dan hedonisme modern mendorong manusia untuk mengejar kepuasan pribadi. Budaya kompetisi tanpa nilai spiritual mendorong dominasi ego dan menyingkirkan dimensi teosentris.


Krisis Pendidikan Nilai. Pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif dan keterampilan, namun mengabaikan pembinaan akhlak dan spiritualitas, menjadikan manusia pintar tapi tidak bijaksana. Ini membuka ruang dominasi ego dalam kehidupan.


Trauma Psikologis dan Pengasuhan Buruk. Individu yang tumbuh dalam lingkungan yang keras, tidak penuh kasih, atau sering mengalami penolakan, cenderung membentuk kepribadian defensif yang egosentris. Ego menjadi tameng atas luka batin yang tak tersembuhkan.


Kelemahan Iman dan Minimnya Muhasabah. Kurangnya ibadah, dzikir, dan introspeksi membuat hati manusia keras dan cenderung mengagungkan diri sendiri. Ketika ruhani lemah, dorongan ego dan hawa nafsu akan mengambil alih kendali jiwa.


Meneguhkan Teosentris


Masyarakat modern membutuhkan reorientasi nilai dari yang bersifat ego-sentris menuju teosentris. Ini bisa dilakukan dengan menguatkan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai ilahiyah. Pembiasakan refleksi spiritual dalam keseharian. Penumbuhan kesadaran akan keterbatasan manusia di hadapan takdir. Menghidupkan kembali nilai-nilai ukhuwah dan kasih sayang di tengah kehidupan sosial.


Orientasi teosentris dan egosentris merupakan dua kekuatan dalam jiwa manusia yang saling bertarung. Dominasi salah satunya ditentukan oleh pola asuh, pendidikan, lingkungan, dan pengalaman hidup. Teosentris membawa manusia pada jalan ilahi dan ketenangan batin, sedangkan egosentris sering mengarah pada kerusakan, konflik, dan kehampaan makna.


Penting bagi masyarakat, pendidik, dan tokoh agama untuk menanamkan kesadaran teosentris sejak dini dan membentengi umat dari budaya egosentris yang semakin masif. Hanya dengan demikian, peradaban manusia akan menuju arah yang lebih bermakna, seimbang, dan damai.


S. Miharja, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung